Return to site

Mengulik Sejarah Etnis Tionghoa di Bangka Belitung | PT Solid Gold Berjangka

PT SOLID GOLD BERJANGKA -Budaya Tionghoa sedikit banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat di Bangka Belitung.

Jadi tidak heran, toleransi antar agama, ras, & golongan di Bangka Belitung sudah terjalin berabad-abad silam.

broken image

Menurut sejarah, kedatangan orang Tionghoa di Bangka Belitung terjadi antara tahun 1700 hingga 1800-an, yg didominasi oleh Hakka.

Yaitu orang yg tinggal di daerah Utara Kwantung & Selatan Fukien.

Dalam sebuah buku yg ditulis oleh Mary F Somers, Bangka Tin and Mentok Pepper menjelaskan, ribuan pekerja asal China datang secara massal sbg kuli kontrak di penambang timah di Bangka & Belitung tahun 1710.

Selain Hakka, orang Hokkian pun ikut datang atas kemauan sendiri untuk berdagang di pulau tersebut.

Buyung Benjamin seorang sesepuh Tionghoa Bangka menegaskan, warga Tionghoa memang sudah ada sebelum kedatangan ekspedisi Cheng Ho pada tahun 1405.

"Saya sendiri sudah keturunan ke sepuluh di Pulau Bangka."

"Hingga kini kami masih mendengar cerita tentang keahlian leluhur kami dlm menambang timah,” kata Buyung.

Menurutnya, masyarakat Tionghoa-lah yg memperkenalkan teknik bertambang yg hingga kini masih dikenal.

'Ciam' (pengebor), 'Sakan' (pengayak pasir timah), hingga 'Kolong' (lubang tambang besar) yg kini menjadi bukti peninggalan tradisi Tionghoa yg masih bertahan hingga kini.

Sebelum Belanda bercokol di Bangka-Belitung, kongsi-kongsi China terlebih dulu mengupayakan penambangan timah dgn izin dari Sultan Palembang.

Seizin penguasa Kesultanan Palembang & Kerajaan-kerajaan Melayu spt Lingga & Johor yg berganti menanamkan pengaruh di Bangka-Belitung, masyarakat Tionghoa pun membangun permukiman di sana.

Baca Juga : Cita-cita Soekarno ‘Geser’ Ibu Kota ke Palangkaraya | PT Solid Gold Berjangka

broken image

Permukiman mula-mula berada di sekitar Panji dekat Teluk Klabat.

Selanjutnya, seiring penemuan tambang baru, permukiman berkembang di Toboali, Koba, Sungai Liat, Jebus, Merawang, Baturusa, & Koba di selatan Pulau Bangka.

Terciptalah pola permukiman yg unik, masyarakat Bangka-Melayu tinggal di dekat sungai karena mereka berkebun.

Sedangkan perkampungan Tionghoa selalu berada di sekitar lubang tambang timah sesuai jalur timah (tin trap-Red) di sepanjang Pulau Bangka & Belitung.

Pola permukiman tersebut tetap bertahan hingga hari ini atau lebih dari tiga abad.

“Perkampungan Tionghoa selalu berada di sekitar jebakan timah atau bekas tambang."

"Sedangkan perkampungan Melayu di sekitar sungai tempat mereka berkebun & mencari nafkah dari berladang,” kata Buyung Benjamin.

Sebagai kuli timah kontrak, beberapa di antara mereka ada yg pulang kembali ke China, ada pula memilih untuk menetap di sejumlah kawasan di Pulau Belitung.

Mereka yg tinggal rata-rata kaum laki-laki & memilih menikah dgn kaum perempuan lokal sampai membentuk suatu masyarakat yg kini disebut dgn peranakan atau campuran.

(Prz - PT Solid Gold Berjangka)